Rabu, 15 September 2010

NONTON YUK



DAKOCAN

"Dalam Komedi dan Canda" hadir setiap hari Minggu siang pukul 14.00 WIB di TVRI, ini adalah promo yang disampaikan melalui pesan yang sudah memiliki makna ajakan pada penonton televisi di TVRI.

Semula acara ini diidentikan seperti acara dagelan (jawa) atau lawakan yang sangat kental dengan bahasa yang disampaikan dilingkungan pulau Jawa namun menggunakan bahasa Indonesia, sehingga sangat mudah dimengerti dan dipahami oleh penontonnya.

Bila kita masih ingat, tidak bisa dimungkiri, mendengar kata Srimulat itu menjadi sumber inspirasi, dan sering kita langsung tertawa atau tersenyum. Bahkan ketika melihat orang melucu atau berbuat lucu kita akan menyamakan orang itu dengan kata Srimulat. Yah, walau pangung Srimulat saat ini sudah tidak ada lagi namun lawakan-lawakan mantan anggota Srimulat masih membekas di hati masyarakat Indonesia.
Memang panggung Srimulat kini telah tiada, namun mereka telah meninggalkan ilmu yang sangat penting, terutama dunia kesenian lawak. Sudah tak terhitung sejumlah pelawak yang terinspirasi Srimulat dan masih terkenal hingga sekarang. Sebut saja Thukul Arwana, Mi’ing Bagito dan Eko DJ. Mereka mengakui sangat terinspirasi oleh Srimulat.
Berkaitan dengan hal tersebut , salah satu pelawak senior Srimulat, Mamiek Prakoso mengakui bahwa jika untuk saat ini memang sulit untuk masuk ke dalam industri perlawakan. Karena, untuk saat ini memang guyonan Srimulat tak terlalu direspon oleh pasar. Sehingga diperlukan inovasi atau pembaharuan dalam garapan maupun produksi.
Ide muncul dengan komposisi garapan gabungan model lawakan dan kesenian yaitu dagelan yang di kombinasi dengan musik campursasi, memang ini bukan hal yang baru namun ini dapat dijadikan obat kerinduan penonton, yang sudah lama menantikan hiburan segar dan dapat dinikmati setelah melakukan kegiatan rutinitas.



Pelawak jebolan grup Srimulat, Mamiek Prakoso mengaku sangat kaget ketika mengetahui dirinya menjadi salah satu nomine di Festival Film Indonesia (FFI) 2009 untuk kategori Pemeran Pendukung Pria Terbaik lewat film King. Mamiek akan bersaing dengan sejumlah aktor kawakan, seperti Deddy Mizwar (Ketika Cinta Bertasbih 2) dan Frans Tumbuan (Ruma Maida). Dia baru mengetahui hal itu, setelah beberapa hari sejak diumumkan, Minggu (6/12) lalu, di Kota Batu, Jawa Timur.
”Saya tahunya malah dari teman-teman. Mereka kasih selamat segala macam. Setelah itu, saya baru tahu dan sangat kaget,” beber Mamiek saat dihubungi Espos, Jumat (11/12).
Di film garapan Ari Sihasale itu, Mamiek berperan sebagai Tejo, seorang pria miskin dan harus membesarkan anak sendirian. Menurutnya, dengan masuk menjadi nomine FFI 2009 sungguh diluar dugaan karena dia terbilang jarang memainkan peran yang serius.
Kakak kandung penyanyi campur sari, Didi Kempot itu pun tak terlalu berharap banyak dalam festival yang rencananya akan dihelat Rabu (16/12). hkt


Komedi lucu yang diperankan oleh anggota Srimulat bersama talent- talent muda berbakat lainnya, serta primadona yg cantik yang akan membuat anda tersenyum dan melepaskan segala ketegangan ^^
KOMPAS — Mamiek Prakoso (46), pelawak Srimulat ini, mengaku tetap setia di jalur komedi. Di sisi lain, dia juga senang bergiat mempertahankan kesenian tradisional.
Setiap hari Rabu pukul 22.00, dia menggelar pentas seni tradisional.
”Saya tetap setia dan mencintai kesenian tradisional. Sepanjang mendapat dukungan dan fasilitas, seni tradisional akan bertahan hidup. Tentunya seni tradisional sendiri harus disesuaikan dengan perkembangan zaman agar dapat dinikmati semua kalangan,” kata Mamiek.
Pelawak kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, ini memberi contoh musik campursari yang digemari banyak kalangan. Campursari merupakan hasil revitalisasi tembang-tembang tradisional Jawa, yang menyerap beragam jenis musik dan ritme.
VIVAnews-Grup lawak lawas yang booming pada tahun 1990an saat ini pamornya mulai meredup. Grup lawak yang dulu terkenal dengan Panggung Srimulat tersebut tenggelam di antara grup lawak yang lainnya. Bahkan karena lama tidak muncul bareng, para personilnya pun satu persatu ngelawak di grup lain seperti dalam Srimules atau Opera Van Java.

Berkaitan dengan hal tersebut , salah satu pelawak senior Srimulat, Mamiek Prakoso mengakui bahwa jika untuk saat ini memang sulit untuk masuk ke dalam industri perlawakan. Karena, untuk saat ini memang guyonan Srimulat tak terlalu direspon oleh pasar. “Jika saat ini Srimulat masuk ke dalam dunia perlawakan jujur kita akan malah tertelan. Karena memang lawakan kita tak sesuai dengan pasar , “ cetus Mamiek, Jumat 15 Januari 2010.

Dengan demikian menurut Mamiek, cara dari Srimulat untuk tetap eksis adalah dengan manggung di pinggiran. Meski demikian, bukannya Srimulat sudah mati. Tetapi saat ini kita sedang melakukan regenerasi.

“Karena memang regenerasi Srimulat gampang-gampang susah. Regenerasi yang kita lakukan butuh proses. Karena pelawak yang dibutuhkan Srimulat berbeda dengan grup lawak lainnya. Jika kita bisa, maka bisa dengan gampang dalam waktu sehari mendapatkan penggantinya, “ celetuk Srimulat.

Mamiek menambahkan, almarhum Teguh Srimulat (pendiri Srimulat, red) menginginkan pelawak Srimulat adalah pelawak yang memiliki ciri khas. Dan juga bukan hanya menimbulkan kelucuan tetapi juga enak ditonton. “Lawak kita bukan ala lawak yang sekarang sedang booming, seperti candaan yang lebih menonjolkan fisik, celaan, jorok atau candaan di bawah panggung, “ tegas Mamiek.

Srimulat adalah grup lawak yang sangat booming pada tahun 1970-1990. Di saat Teguh Slamet Hardjo, pemimpin grup ini masih hidup, Srimulat pada era 70-90-an, pernah berjaya sebagai bisnis lawak Indonesia. Inilah satu-satunya grup lawak yang dikelola seperti sebuah perusahaan, karena mempunyai usaha atau cabang di empat kota: Jakarta, Semarang, Solo dan Surabaya.

Tetapi setelah tahun 1990 an, grup Srimulat mulai meredup. Srimulat telah memunculkan bintang lawak seperti Asmuni, Tarzan, Tessy atau Nunung. Regenerasi berlangsung dengan lambat. Bahkan Srimulat mulai sangat jarang menghiasi layar televisi. Para personil mulai bergabung dengan grup lawak lain. Selain itu para senior Srimulat pun mulai meninggal dunia. Di samping beberapa dari mereka juga tersandung kasus narkoba.
Mamiek Prakoso Lahir 0 Desember 1963 (umur 47)
Nama lain Mamiek Podang Pekerjaan Aktor, pelawak Orang tua Ranto Edi Gude
pelawak Mamiek Prakoso (40) yang biasa dijuluki Mamiek Podang karena mengecat warna-warni dua sisi kiri-kanan rambutnya.

Agar bisa merangkul generasi muda, mau tidak mau para praktisi harus mengikuti kemauan anak-anak muda dengan mengganti kemasan seni tradisional ini.

Era yang dimiliki generasi muda sekarang adalah era praktis. Meskipun demikian, tentunya kita tidak boleh kehilangan nilai tradisi budaya itu sendiri.

“Saya sendiri sebagai praktisi mencoba untuk keluar dari pakem dengan merangkul musisi-musisi etnis dan mengadakan acara Campursari,” ujar Mamiek.

Campursari yang identik dengan musik Jawa terrnyata bisa dipadukan dengan musik lain, baik reggae, jazz, maupun blues.

Untuk menonton acara ini, Mamiek mengundang para mahasiswa, dan ternyata mendapat respons yang positif. Pada awalnya para anak muda ini sempat bertanya-tanya, namun ketika para pemain Campursari ini menyanyikan lagu Wonderful World, para penonton pun terperangah dan antusiasme mereka muncul.

Campursari yang telah dimodifikasi seperti itu adalah salah satu upaya untuk merangkul semua kalangan, termasuk generasi muda, agar mengenal budaya tradisional kita.

Apresiasi dari kalangan anak muda ternyata cukup bagus, bahkan beberapa di antara mereka menanyakan kapan ada pertunjukan lagi.

Kita sudah sering mendengar ungkapan “tak kenal maka tak sayang”.

Untuk itu, tradisi harus lebih dini dikenalkan pada anak-anak muda, bahkan kalau bisa dimasukkan kurikulum.

Karena seni itu menyangkut rasa, apabila seseorang mengerti seni, keindahan dalam nuraninya pun tebal sehingga lebih mudah menjalani kehidupan.

“Budaya menunjukkan bangsa,” kata Mamiek. Ketika budaya sudah tidak ditanggapi lagi di negara kita, kita menjadi bangsa yang tidak memunyai wajah lagi sebagai orang Indonesia.

Anak-anak muda sekarang ini jarang melihat pertunjukan seni lokal. Kalaupun ada yang mengikuti kesenian lokal, hanya dari komunitas.

Kendala lain adalah tingkat kesulitan dalam mempelajari budaya klasik karena proses yang dibutuhkan panjang. Itu adalah salah satu penyebab anak-anak muda bangsa enggan mempelajari tradisi.

Misalnya tarian daerah Jawa. Satu tahun pertama hanya untuk mempelajari dasar. Tiga tahun selanjutnya baru orang yang mempelajarinya mendapatkan rasa dan kecintaan.

Terlepas dari apa pun bentuk seni lokal, semua pihak harus bersatu padu untuk mendirikan sebuah tonggak yang bernama budaya tradisional. Sedangkan fenomena yang terjadi pada remaja saat ini, mereka tidak mau ambil pusing dan latah.

Apa pun yang sering muncul di televisi diikuti. Untuk hal ini, kalangan media juga punya peran besar dalam pencitraan bangsa, yang selama ini lebih banyak menampilkan hal-hal berbau ”impor”.
not/L-1
Campur Sari
Di Gunung Kidul (DI Yogyakarta) pada tahun 1968 Manthous memperkenalkan gabungan alat gamelan dan musik keroncong, yang kemudian dikenal sebagai Campursari. Kini daerah Solo, Sragen, Ngawi, dan sekitarnya, terkenal sebagai pusat para artis musik campursari. Bahkan Bupati Sukoharjo ikut meramaikan bursa campursari.
Kesenian yang sudah berurat dan berakar dari tradisi yg dimiliki suatu daerah, Jadi dari dulu sampe sekarang kalo wayang tuh ya gitu aja, nari pendet ya seperti itu aja karena dulu begitu sekarang juga begitu gak ada perubahannya. Minat remsjs tergantung ortunya dan juga daerahnya. Kalo ortunya mendorong si anak misalnya tuk ikut karawitan, angklung, menari tradiosional dsb dan di sekolah juga ada ekskul yg tuj.melestarikan budaya tradisional (apalagi wajib) dah pasti akan terus berkembang dan tak mudah dilupakan.
Kesenian artinya keindahan. Keindahan yang membuat manusia baik pria dan wanita tak pernah bosan untk memandang nya, dan betah untuk berlama-lama dengan keindahan.

Kamu akan dibuat tersenyum dan melepaskan segala ketegangan walau sejenak, Jangan lupa nonton ya..
Thank u ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar